Nouveauté

Asal-Usul Tengaran

Par : Anwar
Offrir maintenant
Ou planifier dans votre panier
Disponible dans votre compte client Decitre ou Furet du Nord dès validation de votre commande. Le format ePub est :
  • Compatible avec une lecture sur My Vivlio (smartphone, tablette, ordinateur)
  • Compatible avec une lecture sur liseuses Vivlio
  • Pour les liseuses autres que Vivlio, vous devez utiliser le logiciel Adobe Digital Edition. Non compatible avec la lecture sur les liseuses Kindle, Remarkable et Sony
Logo Vivlio, qui est-ce ?

Notre partenaire de plateforme de lecture numérique où vous retrouverez l'ensemble de vos ebooks gratuitement

Pour en savoir plus sur nos ebooks, consultez notre aide en ligne ici
C'est si simple ! Lisez votre ebook avec l'app Vivlio sur votre tablette, mobile ou ordinateur :
Google PlayApp Store
  • FormatePub
  • ISBN8231402106
  • EAN9798231402106
  • Date de parution20/05/2025
  • Protection num.pas de protection
  • Infos supplémentairesepub
  • ÉditeurWalzone Press

Résumé

   Kecamatan Tengeran berada di wilayah paling selatan Kabupaten Semarang. Letak Tengaran yang menjadi jalur utama penghubung Kota Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta, membuat perekonomian di kawasan ini cukup berkembang dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Semarang. Dahulu, sebelum menjadi Tengaran, wilayah ini bernama Dusun Kaliwaru. Menurut cerita sesepuh di Tengaran, konon Pemerintahan Dusun Kaliwaru dimulai sekitar tahun 1800-an.
Kala itu, Dusun Kaliwaru dipimpin oleh seorang akuwu atau kepala desa yang bernama Ki Tengaran. Beliau merupakan sosok pemimpin yang terkenal sangat bijaksana dan memahami kebutuhan rakyatnya. Kehidupan masyarakat Dusun Kaliwaru pada saat kepemimpinannya sangat tenteram dan damai. Jiwa patriotisme Ki Tengaran terlihat ketika membela rakyatnya. Ki Tengaran akan sangat sigap apabila rakyatnya mendapat gangguan dari penjahat, pembegal, perampok, atau gangguan-gangguan yang lain.
Selain cakap dan sigap, Ki Tengaran juga terkenal memiliki kesaktian yang tidak dapat diremehkan. Bahkan, kedigdayaannya ini memunculkan unen- unen atau ungkapan berbahasa Jawa "Kaya ora tedas tapak paluning pande sisaning gurindo, tinatah mendat jinoro menter ditembak lakak-lakak di bedil mecicil" yang artinya, seseorang yang tidak mempan terkena senjata tajam atau senapan.  Suatu ketika, terdapat kejadian yang menggegerkan di ibukota kerajaan.
Pusaka keraton yang dikenal dengan nama Kyai Kurbakur raib diambil pencuri. Pusaka Kyai Kurbakur itu berwujud keris yang memiliki luk 'lekuk' tiga belas dan berlapis emas dari pendok sampai ujungnya. Kejadian ini membuat penghuni keraton bersiaga. Seluruh prajurit dan punggawa keraton sudah dikerahkan untuk mencari pusaka tersebut, tetapi tidak membuahkan hasil. Sang Raja sangat risau dengan hal ini karena pusaka tersebut adalah pusaka keraton yang sangat berharga.
Suatu hari, raja mengadakan sayembara untuk menemukan pusaka itu kembali. Siapa saja dari rakyatnya yang dapat menemukan pusaka Kyai Kurbakur akan diberi hadiah berupa emas dan intan rojo brono. Selain itu, raja juga akan memberikan apapun permintaan dari orang yang sanggup menemukan kembali pusaka tersebut. Pencuri itu bernama Ki Gologito yang berasal dari Gunung Merbabu. Ki Gologito adalah seorang penjahat yang sudah terkenal banyak melakukan tindak kejahatan.
Petunjuk yang didapatkan dalam semedi Ki Tengaran ini disampaikan kepada raja. Ki Tengaran kembali memohon izin untuk mengambil kembali pusaka tersebut di tempat Ki Gologito.
   Kecamatan Tengeran berada di wilayah paling selatan Kabupaten Semarang. Letak Tengaran yang menjadi jalur utama penghubung Kota Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta, membuat perekonomian di kawasan ini cukup berkembang dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Semarang. Dahulu, sebelum menjadi Tengaran, wilayah ini bernama Dusun Kaliwaru. Menurut cerita sesepuh di Tengaran, konon Pemerintahan Dusun Kaliwaru dimulai sekitar tahun 1800-an.
Kala itu, Dusun Kaliwaru dipimpin oleh seorang akuwu atau kepala desa yang bernama Ki Tengaran. Beliau merupakan sosok pemimpin yang terkenal sangat bijaksana dan memahami kebutuhan rakyatnya. Kehidupan masyarakat Dusun Kaliwaru pada saat kepemimpinannya sangat tenteram dan damai. Jiwa patriotisme Ki Tengaran terlihat ketika membela rakyatnya. Ki Tengaran akan sangat sigap apabila rakyatnya mendapat gangguan dari penjahat, pembegal, perampok, atau gangguan-gangguan yang lain.
Selain cakap dan sigap, Ki Tengaran juga terkenal memiliki kesaktian yang tidak dapat diremehkan. Bahkan, kedigdayaannya ini memunculkan unen- unen atau ungkapan berbahasa Jawa "Kaya ora tedas tapak paluning pande sisaning gurindo, tinatah mendat jinoro menter ditembak lakak-lakak di bedil mecicil" yang artinya, seseorang yang tidak mempan terkena senjata tajam atau senapan.  Suatu ketika, terdapat kejadian yang menggegerkan di ibukota kerajaan.
Pusaka keraton yang dikenal dengan nama Kyai Kurbakur raib diambil pencuri. Pusaka Kyai Kurbakur itu berwujud keris yang memiliki luk 'lekuk' tiga belas dan berlapis emas dari pendok sampai ujungnya. Kejadian ini membuat penghuni keraton bersiaga. Seluruh prajurit dan punggawa keraton sudah dikerahkan untuk mencari pusaka tersebut, tetapi tidak membuahkan hasil. Sang Raja sangat risau dengan hal ini karena pusaka tersebut adalah pusaka keraton yang sangat berharga.
Suatu hari, raja mengadakan sayembara untuk menemukan pusaka itu kembali. Siapa saja dari rakyatnya yang dapat menemukan pusaka Kyai Kurbakur akan diberi hadiah berupa emas dan intan rojo brono. Selain itu, raja juga akan memberikan apapun permintaan dari orang yang sanggup menemukan kembali pusaka tersebut. Pencuri itu bernama Ki Gologito yang berasal dari Gunung Merbabu. Ki Gologito adalah seorang penjahat yang sudah terkenal banyak melakukan tindak kejahatan.
Petunjuk yang didapatkan dalam semedi Ki Tengaran ini disampaikan kepada raja. Ki Tengaran kembali memohon izin untuk mengambil kembali pusaka tersebut di tempat Ki Gologito.